Saturday, February 11, 2017

TERUMBU KARANG DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI MOILONG


Assalamu'alaikum, Wr, Wb...

اَلْحَمْدُ ِللهِ الْمَلِكِ الْحَقِّ الْمُبِيْنِ، الَّذِي حَبَانَا بِالْإِيْمَانِ واليقينِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّد،ٍ خَاتَمِ الأَنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِين، وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِيِن، وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ أَجْمَعِين، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ

Segala puji bagi Allah, Al-Malik Al-Haqq, Al-Mubin, yang telah memberikan kita iman dan keyakinan. Ya Allah, limpahkan shalawat pada pemimpin kami Muhammad SAW, Yang menjadi penutup para Nabi dan Rasul, dan begitu pula pada keluarganya, kepada para sahabat – sahabat nya, dan yang mengikuti mereka dengan penuh ihsan hingga hari kiamat. 

Sebagai sebuah bentuk dari usaha dalam menjawab pertayaan yang dikemukakan oleh kakanda saya idhyl Fitrah Tiro , yang merupakan sebuah usaha dalam hal menjawab problem yang dialami desa Bumi Baru, Kec. Moilong. Bagaimana keadaan desa ini(desa kita) telah mengalami abrasi yang semakin lama mengalami peningkatan secara perlahan. Apalagi dengan adanya kegiatan pengeboman ikan dengan daya ledak yang cukup besar, sehingga terjadinya kerusakan terumbu karang yang berada dipesisir pantai desa Bumi Baru dan sekitarnya. Hal ini akan semakin menambah potensi abrasi dengan cepat. Karna kegunaan dari terumbu karang tidak lagi dapat meminimalisir hempasan ombak.

 

Melalui tulisan singkat ini, saya sebagai penulis serta anak yang lahir dari desa Bumi Baru Kec.Moilong, akan mecoba mengemukakan pendapat dan turut serta dalam hal upaya melindungi alam dan masyarakat didesa tercinta kita.

Saya akan memulai dengan pertanyaan pertama yang dikemukakan kakanda saya Idhyl Fitrah Tiro :

  1.  apa manfaat dari menanam pohon di wilayah pesisir pantai?

Menurut hemat saya, manfaat yang pertama bagi saya adalah untuk memulihkan kembali fungsi dan manfaat ekosistem pesisir pantai sebagai jalur hijau atau sering disebut green belt. Green belt dikenal sebagai ruang terbuka hijau yang mana memiliki tujuan utama untuk membatasi penggunaan lahan. Hal ini juga dapat bermanfaat besar bukan hanya pada dalam mejaga garis pantai bahkan juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat pesisir pantai. Contohnya, andai kata pohon-pohon yang dipesisir pantai bisa ditata sedemikian rupa, bisa jadi objek wisata seperti yang dikatakan oleh kakanda saya juga(@Kamall Hi Makka) pada kolom komentar. Manfaaat yang kedua, adalah untuk menciptakan pesisir pantai yang nyaman dan asri yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakt sekitar, seperti yang saya katakan sebelumnya (objek wisata). Dan manfaat yang terakhir adalah untuk mengajak masyarakat agar memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga dan melestarikan wilayah hijau dipesisir pantai yang bersih dan terawat.

 

Kemudian saya akan melanjutkan jawaban saya pada pertanyaan yang ke dua:

2.       Tanaman apa yang paling cocok?(minimal 3)

Menurut saya dari beberapa halaman yang saya baca, ada beberapa pohon yang baik dan cocok ditanam di pesisir pantai. Yaitu :

a.        Cemara laut

b.       Ketapang

c.        Kelapa

d.       Mangrove

Kemudian saya akan menjawab pertanyaan terakhir, yaitu yang ke tiga:

3.       Jika penanaman pohon bermanfaat, brpa lama kita harus menunggu manfaatnya baru bisa dirasakan?

Pertanyaan yang terakhir ini, mudah-mudahhan saya tidak salah memperkirakan. Karna saya hanya manusia biasa. Mungkin kita akan merasakan manfaatnya 5 tahun kedepan. Itupun jika penanaman pohon dapat diawasi dan dijaga. Jika tidak, pohon yang akan kita tanam akan sia-sia.

Mungkin itu saja jawaban singkat dari saya, namun saya juga akan membuat argumen tersindiri dalam hal menyikapi masalah ini dan menambahkan sebuah jawaban. Argumentasi saya ini juga berdasar pada tulisan disebuah halam facebook kakanda saya (@Abdul Cenu) dimana ia mencoba untuk menggambarkan keadaan sebuah kegiatan masyarakat penghuni pesisir pantai. Dimana ada beberapa masyarakat yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang dapat merusak ekosistem, yatiu bekerja sebagai penggebom ikan. Dimana mana saya sudah bahasakan diawal tulisan saya, bahwa melakukan penggeboman ikan akan dapat merusak terumbu karang.


 

Menurut hemat saya, yang harus kita lakukan sebagai masyarakat yang ingin mencoba mencegah setidaknya memperlambat abrasi yang terjadi di wilayah kita, yaitu dengan cara menjaga dan melestarikan terumbu karang yang ada. Karna seperti yang kita ketahui bersama bahwa terumbu karang sangat barguna untuk pesisir pantai. Dan memiliki jutaan manfaat. Oleh sebab itulah, kita sebagai masyarakat dan juga para aparat desa haruslah saling bersinergi untuk menjaga, melestarikan dan memanfaatkan terumbu karang. Jika pemerintah setempat dapat mebuat lapangan pekerjaan yang bisa mengalihkan pekerjaan para penggebom ikan, maka setidaknya kita dapat terhindar dari pengrusakan terumbu karang dan ekosistem yang ada. Sehingga masyarakat juga dapat belajar untuk mencintai alam dan juga belajar akan taat pada hukum positif yang ada.

Sekian apa yang bisa sampaikan, jika ada saran dan kritikan, tulislah dihalaman komentar blog saya...

HIDUP RAKYAT...!!!

Wassalam....!!!

 

 

Friday, February 10, 2017

Ayah dan sekuncup surat kecil untuk penguasa.




Ayah dan Sekuncup Surat Untuk Penguasa.
(sepenggal ocehan)

Tepat dihadapan mataku hamparan laut yang begitu luas, seakan mataku tak mampu menjangkau setiap sudut indah yang terhampar di laut itu, kekayaan yang begitu megah itu telah dimiliki mereka para penguasa, penjilat yang berada di Negara hari ini, Indonesia. hidup di pesisir pantai  tempat dimana aku dibesarkan, ditengah-tengah masyarakat yang pekerjaannya mayoritas pelaut miskin, menjadikan diriku seorang anak yang sudah terbiasa dengan makanan dan kehidudapan yang sederhana dan terbelakang. Ayahku adalah salah satu dari mereka si pelaut miskin yang tetap teguh dan tanpa penyesalan melakukan pekerjaan yang sedikit menantang kedamaian jiwanya. dimana dia harus bertarung dengan rasa takut karna diperhadapkan dengan kondisi dan cuaca ditengah lautan yang terkadang menjadi musuh besar untuk dapat mengakhiri hidupnya. Dan juga lautan itu dimana tepat dia menghabiskan banyak sekali waktunya, membuatnya bertemu seorang sahabat sejati dalam hidupnya, lautan. Hal itulah yang menjadikan dirinya seorang laki-laki yang tangguh dan sedikit keras dalam menerapkan peraturan didalam rumahnya, namun kasih sayangnya kepada sang istri yang sangat ia hormati, ia mampu dikaruniai tiga orang anak  perempuan yang cantik dan satu orang anak laki-laki bungsunya.

Aku adalah anak dari laki-laki tangguh itu, yang sedikit penyesalan sering tergambarkan dibalik senyuman tumpulku, senyumanku memperlihatkan bagaimana penyesalanku, dikarnakan aku bukan terlahir oleh seorang ibu yang memiliki banyak uang untuk memenuhi kebutuhan masuk akal dimasa kecilku, dan terlebih lagi, aku hanya memiliki seorang ayah yang tak dapat aku banggakan karna pekerjaan yang ia tekuni bukanlah hal yang menjadi idaman semua orang. Kehidupan keluargaku yang memiliki perekonomian dibawah garis kemiskinan, sering kali membuatku kesusahan untuk memenuhi kebutuhan di sekolah, dan hal itu sedikit membuat diriku malu untuk menimbah ilmu disekolah bersama anak-anak lain, walaupun laki-laki tangguh itu juga sama- sekali tak sepakat dengan keputusan ibuku untuk mewajibkanku bersekolah.  

“ibu...” suara sedikit canggung menyapa...
"iya nak, ada apa...???” jawab ibuku dengan begitu ramahnya,... 

Disiang itu pada suatu hari, aku hendak membicarakan tentang bagaimana masa depanku kepada sang ibu yang sedang istirahat di ruang tamu rumahku, tentang bagaimana tanggapan mereka  ketika nanti aku  telah menyelesaikan studi (sekolah menengah atas) nanti, namun bibir ini rasanya tak sanggup memulai untuk mengucapkan butiran harapan dan impian semesta, dikarnakan ketakutanku pada sang ayah, yang selama ini tidak meng-iyakan keinginanku untuk bersekolah, apalagi untuk menimbah ilmu di perguruan tinggi di kampus yang aku idam-idamkan. Rasanya begitu mustahil untukku meraih rembulan itu. Hal ini bukan karna tanpa alasan, kenapa dan mengapa ia melarangku sebagai anak laki-laki bungsunya untuk tidak bersekolah.

“hheemmm... tidak kenapa-kenapa bu’ ” ucapku diawali sedikit hembusan nafas kencang...
“oowww, kalau ada yang hendak kau sampaikan, ibu siap mendengarkan” ibu menjawab dengan sedikit curiga, seakan dia tau apa yang ada dibenakku saat ini.

“Ayahku” Sejak ia kecil dia adalah seorang anak yang lahir  dari keluarga miskin dan tanpa latar belakang pendidikan, yang artinya ia adalah seorang anak yang tidak pernah merasakan bangku idaman semua anak 'ibu Pertiwi', sekolah. Dan selama kehidupannya, dari ia kecil sampai hari ini, dia hanya memiliki satu hal yang berharga, yaitu pekerjaan sebagai seorang pemancing ikan, walaupun hal itu tidak seberapa pendapatannya. Pendapatannya yang kecil, membuatnya kesusahan untuk menjadi seorang ayah yang baik, uang yang ia dapatkan dari hasil kerjanya, hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga tercintanya. Alasan inilah yang sering ia lontarkan disela-sela pembicaraan kami ketika membahas masa-masa indah ketika aku disekolah. Mungkin juga ada sedikit kecemburuan yang timbul didalam lubuk hatinya yang tak dapat ia penjarakan ketika anaknya membahas hal yang ia tak pernah  rasakan.

"Ibuku" juga kurang lebih sama dengan ayahku, yang juga lahir dan di besarkan oleh keluarga miskin. Sekolahnya pun hanya sampai tamat Sekolah Dasar(SD) saja. semenjak ia berumur 12 tahun, ia harus berjuang membantu ibunya dengan cara berjualan kue. Sebagai seorang ibu, dia adalah seseorang yang baik hati, tutur bahasanya dan selalu ramah kepada anak-anaknya, menerima dan selalu  berkomentar dengan tutur yang bijak,  disaat-saat tertentu, aku seakan-akan tak dapat membedakan dimana posisi dia sebenarnya, sebagai seorang ibu atau kah teman sebayaku disaat kami berbicara denganya. Sungguh kawan yang baik. Karna sikapnya yang lembutlah dan selalu ramah kepada anak-anaknya, membuaatku ingin selalu berada disampingnya. Dia adalah orang yang selama ini selalu memberikan motivasi kepadaku untuk terus bersekolah. Alasanku kenapa sampai hari ini tetap bisa  bersekolah,itu karna sosok seorang ibu ini, walaupun sebenarnya uang yang aku dapatkan untuk bersekolah hari ini adalah dari laki-laki tangguh itu.

Kembali membahas laki-laki tangguh itu, alasannya tentu tidak sesederhana itu, dan memang alasannya bukan Cuma karna merasa cemburu kepada anaknya yang merasakan bangku sekolah yang ia idam-idamkan juga, mungkin saja. Tapi setelahku lihat-lihat kembali dan mencoba menyelami kehidupannya lebih dalam tentang seorang ayah yang kutahu keras kepala itu, ternyata alasannya adalah susahnya mendapatkan uang untuk makan sehari-hari keluarganya, untuk makan saja pas-passan apalagi untuk menyekolahkan anak-anaknya,sudah tentu membuatnya kelabakan. Kerja yang sangat menguras tenaga dan selalu berhadapan dengan cuaca buruk yang mungkin bisa membahayakan keselamatannya, yang membuatnya harus berfikir berulang-ulang kali untuk memberikan harapan agar bisa menyekolahkanku setinggi-tingginya. Pekerjaan yang sama sekali tak memiliki asuransi jiwa untuknya, mungkin dia juga tidak paham apa itu asuransi jiwa, membuatnya merasakan kehidupan yang keras dan tak dapat hidup dengan rasa nyaman layaknya orang lain (para penguasa). Bahkan dia mungkin tak akan merasakan istirahat yang nyaman diwaktu tuanya, karna pekerjaannya yang tak memiliki tunjangan dihari tua, sebab pekerjaannya yang tak digaji oleh negara, bukan urusan negara.

Alasanku mengatakan ayahku sebagai seorang yang tangguh bukanlah karna  alasan sepele, pekerjaan yang telah ia tekuni mungkin selama hidupnya, hanya cukup memenuhi kehidupan keluarganya walaupun hanya bisa merasakan makannan sederhana disetiap harinya, menyedihkan, tentu saja. Pekerjaan yang begitu keras ia tekuni, membuat tubuhnya begitu kekar dan tangannya berurat-urat layaknya aktor bolliwood “Sylvester Stalllone” sepertinya.
                                                                             ***
“Tok tok tok”  suara berisik di depan pintu rumah tempat tinggalku...
“Om ipin, sudah waktunya turun ke laut” suara keras yang keluar dari mulut besar seorang pemancing, teman ayahku...

Yyaa, seperti inilah situasi ketika tengah malam baru saja berlalu, hampir disetiap malamku. Karna jarak yang ditempuh oleh ayahku sampai ketempat berlabu ditengah laut (rompong) tempat ia memancing cukup jauh, memakan waktu sekitar tiga sampai empat jam menggunakan kapalnya, inilah yang menjadi alasan kenapa mereka berangkat sedini mungkin, padahal mereka baru saja tidur, bagiku.

Tibalah waktu sang-ayah akan bertarung dengan lautan ganas, berjuang untuk mendapatkan ikan-ikan kecil untuk dijual ke pasar, dan juga untuk makanan sehari-hari keluarganya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia selama hampir 13 belas jam berada di laut, terik matahari seperti membakar kulit ayahku. Dia juga di ombang-ambingkan oleh arus air laut yang kencang, bahkan sering dia dihantam badai yang begitu dahsyat.

Ketika dia telah berhasil melewati hal itu dan mendapatkan sedikit rejeki, walaupun itu tidak sepadan dengan usaha yang ia cucurkan. Tibalah waktunya dia untuk dia menepi di daratan, pulang kerumahnya dan menemui keluarganya. Ketika dia sampai di daratan, sebagian hasil pancingannya harus ia jual, agar dia mendapatkan beberapa uang untuk keperluan kelaurganya. 

Miris melihat ketika ada beberapa orang dari pembeli ikan(padola) yang akan membeli hasil  pancingan ayahku, malah masih melakukan penawaran terhadap harga yang ia kenakan, padahal menurutku harga itu tidak sepadan dengan apa yang ayahku harus kerjakan. Dari hasil jualannya itu, ayahku harus berusaha memutar kembali uang yang ia dapatkan, agar ia dapat memenuhi kebutuhan dan perlengkapannya, untuk kembali melakukan pekerjaan yang sama berulang kali, payah.

Perjuangan ayahku ini bukan hanya ia sendiri yang merasakan, namun hampir semua  masyarakat yang berada di desa juga di desa tetangga,  hampir semua melakukan dan mengerjakan hal yang sama, menjadi seorang nelayan. Namun hal ini bukan menjadi ke-ingin mereka dan juga sama sekali bukan impian mereka, tentu saja. Hal ini karna negara tidak mampu memberikan bantuan kepada rakyat  jelata seperti kami apalagi memberikan pekerjaan yang layak dan juga pendapatan yang layak pula. Setidaknya bisa untuk membantu ayahku dalam memudahkan dan menurunkan harga bahan bakar minyak kepada para nelayan, jaminan hari tua atau apalah namanya, untuk semua rakyatnya yang berdiri sebagai warga negara. Bukankah sejatinya negara telah berjanji untuk melayani semua kebutuhan warga negara...??? ataukah mungkin itu hanya bualan semata...??? yyaa, mungkin saja. Memangnya  tau apa ayahku tentang kewajiban negara hari ini untuk rakyat seperti dia? Mungkin saja apa yang dipikirkan oleh ayahku selama ini adalah, hidup itu bukan pilihan, ayahku terlahir dari keluarga miskin dan dia harus bekerja keras untuk bertahan hidup dan beranak-pinak saja. Dan dia juga mungkin hanya bisa pasrah, karna mungkin telah melekat didalam benaknya bahwa apa yang telah terjadi hari ini adalah takdir dari Sang-Halik (Tuhan), mungkin saja. Namun yang ku-ketahui dan tidak di ketahui oleh ayahku, bahwa Negara hari telah menerapkan sistem ekonomi yang keliru untuk di terapkan. Sistem ekonomi yang mereka jalankan yang aku tahu adalah hanya memberikan keuntungan besar pagi para orang yang memiliki modal besar pula dan memberikan kemakmuran untuk para penjilat yang duduk dibangku-bangku nyaman, bukan untuk kami rakyat jelata. Setelah Indonesia telah lepas dari genggaman Feodalisme yang menjadikan rakyat Indonesia sebagai budak yang tidak merdeka, sekarang kami harus merasakan dampak dari sistem kapitalisme dan menjadi budak yang merdeka bekerja untuk para penguasa, entah apa bedanya. Namun ada satu hal yang aku pahami, bahwa ayahku dan rakyat jelata belumlah merdeka Seutuhnya...!!! dan mungkin saja tidak akan ada masa depan yang indah untuk anak-anak seperti kami, anak-anak dari nelayan miskin. Karna biaya pendidikan yang tidak mampu ayahku penuhi agar dapat menyekolahkan semua anak-anaknya. Lalu apa yang akan terjadi dengan impian indahku nantinya...??? impianku tentang ingin melanjutkan study keperguruan tinggi, mungkin itu tidak akan terwujud nanti, mungkin saja.

Suatu hari nanti, aku, sang anak dari laki-laki yang sudah semakin tua itu, ingin menggukir butiran kata-kata dalam secarik kertas putih, yang didalamnya bertuliskan tentang jeritan dan perjuangan ayahku dan rakyat jelata yang sampai hari ini sama sekali tidak merdeka kehidupannya dan hidup dengan nyaman. Ya, itulah yang aku tau...!!!

Sepintas, surat itu berisakan tentang keritikkan untuk Negeraku...
"Negeriku adalah tempat yang merdeka dan kaya alamnya, kaya para penguasanya namun miskin rakyatnya. Negeriku yang memiliki banyak penjilat disana sini. Negeri yang menghisap seluruh tenaga rakyat jelata dan juga menelantarkan seorang ayah rentan yang mulai menua, ayahku. Rasanya, begitu jauh tempat kami tinggal, amat jauh dengan penguasa, seakan mereka tidak mampu melihat betapa menyedihkan pekerjaan seorang ayah itu, seakan mereka tidak mampu mendengarkan jeritan seorang ayah yang bertarung dengan lautan. Mereka juga tidak dapat membantu meringankan beban yang melakat dipundak seorang ayah, beban yang berat untuk untuk menghidupi dan menyekolahkan anak-anak tercintanya. Bahkan negara seperti menambah beban dipundak sang ayah, seorang rakyat jelata. Subsidi bahan bakar minyak yang selalu saja meningkat harganya, kebutuhan pangan yang semakin susah didapatkannya, mahal harganya pula. Sepertinya membuat jarak yang begitu jauh ditempuh untuk bisa kita dikatakan bahwa negara mampu mengayomi dan menjawab semua kebutuhan anak-anak dari seorang nelayan yang aku kenal itu, ayahku.
 
Terimakasih ayah, aku sadar betapa hebatnya dirimu dalam perjuanganmu menghidupi kami, keluargamu. Sampai hari ini aku masih saja melihatmu seperti hari itu. Sama saja yang engkau kerjakan.

“Ayah, pinjami aku hatimu. Agar aku belajar bagaimana engkau menghadapi semua masalah tanpa mengeluh sedikitpun”

TERUMBU KARANG DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI MOILONG

Assalamu'alaikum, Wr, Wb... اَلْحَمْدُ ِللهِ الْمَلِكِ الْحَقِّ الْمُبِيْنِ، الَّذِي حَبَانَا بِالْإِيْمَانِ واليقي...